.label-size-1 a { font-size: 12px; text-decoration: none; } .label-size-2 a { font-size: 14px; text-decoration: none; color:#cd9f01; } .label-size-3 a { font-size: 15px;font-family: Arial, Tahoma, Verdana;text-decoration: none; } .label-size-4 a { font-size: 18px; font-weight:bold; text-decoration: none; color:#ea5a04; } .label-size-5 a { font-size: 24px; text-decoration: none; } .label-size-1 a:hover, .label-size-2 a:hover, .label-size-3 a:hover, .label-size-4 a:hover, .label-size-5 a:hover { text-decoration:underline }

Jumat, 25 Februari 2011

Satu Persahabatan Dalam Hidupku

Aku sedang berjalan kearah luar gang rumahku menuju sekolah. Tetapi sebelum aku berangkat sekolah, aku harus menunggu Dina yang sedang menuju kearah depan gangku. Kulihat kedepan sana tetapi tidak seorangpun tampak, ketika aku sedang menunggu Dina, aku melihat dua orang teman sekelasku berjalan kearahku.


Ya… itu Lila dan Uswah. “ Hey Nad… kamu kaq belum berangkat sekolah seh?!! “ Tanya Lila kepadaku.“ owh iya neh aku sedang menunggu Dina. “ Jawabku.“ ohh kamu sedang menunggu Dina, tapi Nad 10 menit lagi sekolah masuk tau!! Kamu ga takut telat??? “ Tanya Uswah kepadaku.“ ya udah kalau geto kita berangkat sekolah bareng ya?!! “ pintaku kepada Lila dan Uswah. Merekapun mengiyakan ajakanku dan segera melangkahkan kaki untuk menaiki angkutan umum yang akan mengantarkan kami kesekolah.
**** “

NADIAAA…!!! “ teriak Dina sambil melangkahkan kaki dengan cepat kearahku.“ Eh… Dina?!! ““ Eh… Dina, Eh… Dina lagi, kamu koq ninggalin aku seh Nad??? Tadi tuh aku kerumahmu tapi kata kakakmu, kamu baru aja berangkat!!! ““ Mmm…Sorry deh, abis kamu lama seh “.“ iiihh… kan udah aku bilang tunggu sampai aku datang?!! ““ iya…iya…sorry, udah donk jangan marah marah terus, kaya nenek – nenek aja!!! “.“ enak aja! Kamu tuh yang kaya nenek – nenek!!! “ jawab Dina dengan tampang kesalnya. Melihat Dina mau marah-marah lagi, akupun berlari meninggalkan Dina menuju kelas dan duduk ditempatku, Dinapun berteriak – teriak sambil berlari-lari kecil kearahku dan melanjutkan ocehan – ocehan yang tadi tertunda. Aku dan Dina bersahabat sejak duduk disekolah menengah pertama kelas 1 hingga duduk disekolah menengah kejuruan kelas 2. Orang tuaku sangat akrab dengan Dina, begitupun sebaliknya. Sudah seperti saudaraku sendiri.
****“

Lila… Uswah… “ panggilku. “ ya Nad, ada apa?!! “ jawab Lila.“ nanti pulang bareng ya!!! “. “ oh itu, liat nanti aja ya!!! “ jawab Lila.“ oce dehh, Mmm… tapi besok berangkat bareng lagi ya??? Aku tunggu kalian berdua di tempat tadi, oce?!! “. “ oceee…!!! “ jawab mereka berdua dengan kompak. Semenjak kami sering pulang dan berangkat sekolah bersama, kami menjadi semakin akrab. Tidak hanya pulang dan berangkat sekolah saja kami bersama tetapi kemanapun dan acarapun kami selalu terlihat bersama. Dan sejak saat itulah satu persahabatan dalam hidupku tersulam kembali.
****“

koq Lila, Dina dan Uswah agak beda ya?? Apa mereka sedang ngerjain aku ya?!! “ aku duduk termenung dikelas yang masih kosong. “ Mmm… mungkin hanya perasaan aku saja kale ya?!! “ ujarku dalam hati. Aku merasa beberapa hari ini Lila, Dina dan Uswah agak cuek kepadaku. Mungkin karena sebentar lagi hari ulang tahunku. Padahal aku merasa karena mereka cuek kepadaku. “ Eh Nad… bengong aja kamu!!! “ ujar Uswah membuyarkan lamunanku. “ ah nggak koq!!! ““ oya Nad, besokhari minggu teman – teman sekelas ngajakinkita lari pagi bareng. Kamu ikut kan? “ Tanya Dina. “ gat au deh, lihat besok aja ya?!! MALEEZZ tau, masa liburan gene masih keluar juga…! Acara kelas lagee!!! ““ Nad pokoknya kamu harus ikut, kalau ga ikut dapet hukuman loh. “ Ujar Lila menakutiku. “ Memangnya anak SD… masih ada hukuman, udah pokoknya lihat bezok aja deh, ya.. ya..!!! “.“ YOII !!! “ jawab Uswah dengan singkat. Aku sudah menduga pazti mereka merencanakan sesuatu untukku esok hari. Aku merasa sangat penasaran dan agak sedikit takut. “ Aduh aku dating nggak ya besok??? Pasti mereka belez dendam deh ke aku karena kemarin yang nerjain mereka adalah aku!!! “ ucapku dalam hati.“ udah deh lihat besok aja…! Kalau aku dijemput ya aku pergi, tapi kalau aku ga dijemput ya aku nggak pergi!!! “ kataku dalam hati lagi dengan memejamkan mata untuk tidur walaupun dengan sedikit perasaan gelisah.

Tik…Tok…Tik…Tok…, tepat jam 12 malam tiba – tiba aku terbangun karena mendengar suara telepon berdering. Akupun dengan segera mengangkatnya. “ Hallo… “ sapaku.Tak ada jawaban dari seberang.“ Hallooo… “ aku menyapa sekali lagi.Masih tidak ada jawaban jawaban juga. “ HAPPY BIRTHDAY TO U HAPPY BIRTHDAY TO U HAPPY BIRTHDAY HAPPY BIRTHDAY, HAPPY BIRTHDAY NADIA…!!! Terdengar nyanyian dari seseorang di seberang sana.“thanks ya!!! “ aku terharu.“ Met ultah Nadia! Ketujuh belas ya? Semoga kamu tambah dewasa, tambah cantik dan tambah gokil!!! “ ujar Isti.“ Paztee..!! ““ Nad sorry neh aku ga bias telepon kamu lama – lama soalnya aku ngantuk! Kamu met tidur ya Nad, sorry ganggu, bye Nadia…!!! ““ Bye!!! “ Isti adalah kakak kelas disekolahku. Dia sangat baik kepadaku tetapi sejak ia lulus aku jarang sekali bertemu dengan sia mungkin bias dibilang tidak pernah lagi. Ya… mungkin dia sibuk dengan kegiatan barunya.
****“

iiihh.. Alarm berisik banged seh!!! Kan masih ngantuk?!! “ gerutuku. Akupun segera bangun dan beranjak merapikan diri. Walaupun berat dan malas sekali rasanya tetapi pagi ini aku harus pergi karena sudah mempunyai janji untuk lari pagi bersama teman sekelasku. Walaupun aku tahu kalu hari ini mereka sudah mempunyai rencana untuk mengerjaiku. “ Assalamu’alaikum…!!! ““ Wa’alaikumsalam… “ jawabku sambil membukakan pintu.“ Hey Nad?!! ““ Hey! ““ Gimana udah siap belum? Teman – teman udah nunggu kamu tuh!! ““ Iya.. Iya.. sabar donk!!! “ kataku sambil melangkahkan kakiku kearah timur. Ternyata teman – teman sekelasku tidak dating semua pagi ini dan ternyata dugaanku tentang semua itu salah, merekatidak mengerjaiku. Aku merasa sangat senang. “ Upss.. tapi tunggu sebentar, sebuah telur mendarat dengan tepat diatas kepalaku!!! “. Akupun berteriak dan mengejar-ngejar Uswah dan teman yang lainnya. Merekapun semua berlari menjauhiku.
****

" Assalamua’laikum…!!! Uswah… Uswah… “ Ucapkku setelah sampai didepan pintu rumahnya.“ Wa’alaikumsalam… ohh… Nadia, ayo masuk dulu Nad!!! “. Uswah mempersilahkan aku masuk kedalam rumahnya. “ Tunggu sebentar ya nad, aku mau siap – siap dulu, nanti bila Lila dan Dina datang kita bias langsung berangkat kesekolah..! ““ iya.., tapi jangan pake lama, nanti aku jamuran lagi?!! “ jawabku sambil tersenyum kecil. Tidak lama setelah Uswah berseragam sekolah rapi, Lila dan Dinapun datang. Aku dan Uswah segera keluar rumah dan memakai sepatu dengan cepat. “ yoo.. kita berangkat “ ucap Uswah setelah kami berpamitan dengan orang tuanya. Lalu kami bertiga menganggukan kepala dengan serempak sambil tertawa.

Diperjalanan menuju sekolah, seperti biasa kami berempat bercerita dan bercanda tanpa merasakan teriknya matahari yang menyengat tubuh, karena kami terlalu asyik dengan candaan konyol Uswah yang membuat perut kami terasa sakit. Alangkah senangnya kami setiap hari seperti ini, selalu bersama – sama. Ketika angkutan umum yang kami tumpangi sudah mengantarkan sampai tujuan dan pergi berlalu. Tiba – tiba Lila berbicara dengan kerasnya dan membuat aku, Dina dan Uswah kaget. “ HEYY!!! Udah jam12.30 loh!!! “ Lila berusaha memberi tahu bahwa kami sudah terlambat masuk sekolah. Kami berlari – lari saling mendahului, sambil tertawa dan berbicara, “ tungguin donk, jangan cepet – cepet?!! “. Huh… lelahnya kami setelah berlari-larian. Kami berjalan perlahan menuju kelas dan sampailah didepan pintu kelas, lalu mengetuk pintu dan membuka dengan mengucapkan salam, lalu mencium tangan guru yang memang sudah duduk lebih awal sebelum kami datang.

Kami mengawali hari dengan terlambat masuk sekolah yang memang bias di bilang ritinitas kami setiap harinya. Dan sekarang waktunya kami memandangi papan tulis yang penuh dengan huruf dan berbaris membuat shaf dan banjar. 1 jam, 2 jam, 3 jam, begitu bosannya kami belajar, hingga akhirnya bel istirahatpun berbunyi. “ Akhirnya istirahat juga…!!! “. Kataku dalam hati.“ Nad, La, Din keluar yoo, Laperr nehh!!! “ ajak Uswah. Kamipun berdiri lalu berjalan keluar kelas menuju tempat yang bisa menghilangkan rasa lapar dan haus. “ Makan… Makan…!!! Kita mau makan apa neh??? “ Tanya Uswah dengan bawelnya dan ketidak sabaran dia menunggu jawaban kami.“ Terserah deh “ ucap Dina dengan singkatnya. Tanpa menunggu jawaban dari aku dan Lila, Uswah pun mengambil bakwan dan memasukkannya kedalam mulut, lalu dilanjutkan Lila, aku dan Dina. Setelah selesai makan, kamipun beranjak menuju masjid untuk melaksanakan shalat ashar.

Waktu istirahatpun berakhir. Kami berempat memasuki kelas yang memang sudah ramai dengan teman – teman sekelas kami. Melanjutkan pelajaran yang tertunda. Iseng – iseng saat guru menjelaskan, aku menjaili Uswah dengan mengikat ujung jilbabnya. Teman – teman yang berada dibelakangku tertawa – tawa dan berkata “ Dasar Jail?!! “. Aku hanya senyum – senyum kecil saja karena takut Uswah menyadarinya. Bel pulang berbunyi, waktu kami pulang. Menaiki angkutan umum bersama, lalu berpisah ditengah perjalanan. “ aku duluan ya…!, Bye…bye….!!! “ ucapku sambil melambaikan tangan kepada Lila, Dina dan Uswah.

Selama ini kami selalu bersama, baik susah maupun senang kami lewati bersama dan kami bersahabat cukup lamanya. Tetapi kenapa sudah beberapa hari ini, aku merasa persahabatan kami agak merenggang. Aku bersama dengan Lila sedangkan Uswah bersama dengan Dina. Aku merasa ada pembatas antara kami. Kepercayaan sedikit hilang. Banyak hal yang aku dan Lila sembunyikan ataupun sebaliknya Uswah dan Dina. Aku merasa cukup kehilangan dan sedih. “ Ada apa dengan persahabatan kami saat ini?? “ tanyaku dalam hati.“ apa penyebab ini semua, apakah bisa kami seperti dulu lagi, bercanda tawa dengan lepasnya tanpa adanya pembatas antara kami? “ sekali lagi aku bertanya pada diriku, tetapi sampai saat ini aku belum mendapatkan jawabannya.

Kupandangi foto dalam bingkai, foto kami berempat. Aku, Lila, Dina dan Uswah. Sungguh satu persahabatan dalam hidupku yang begitu indah dan mengasyikan. Satu hal yang kusesali saat ini, “ mengapa aku harus egois dan diam saat melihat persahabatan ini hancur??! “ sesalku dalam hati. Perjalanan hidup memang panjang. Membawa pertemuan dan perpisahan. Hari ini aku bertemu, besok aku berpisah. Namun seiring waktu berjalan kita tetap harus menjalani hidup ini dan memikirkan tujuan masa depan kita. Walaupun persahabatan ini bukan yang pertama bagiku, tetapi satu persahabatan inilah yang dapat membuat hari – hari dalam hidupku menjadi lebih bermakna.
http://cerpen.net/cerpen-remaja/satu-persahabatan-dalam-hidupku.html


Rabu, 16 Februari 2011

Persahabatan



Pagi hari saat aku terbangun tiba-tiba ada seseorang memanggil namaku. Aku melihat keluar. Ivan temanku sudah menunggu diluar rumah kakekku dia mengajakku untuk bermain bola basket.“Ayo kita bermain basket ke lapangan.” ajaknya padaku. “Sekarang?” tanyaku dengan sedikit mengantuk. “Besok! Ya sekarang!” jawabnya dengan kesal.“Sebentar aku cuci muka dulu. Tunggu ya!”, “Iya tapi cepat ya” pintanya.


Setelah aku cuci muka, kami pun berangkat ke lapangan yang tidak begitu jauh dari rumah kakekku.“Wah dingin ya.” kataku pada temanku. “Cuma begini aja dingin payah kamu.” jawabnya.Setelah sampai di lapangan ternyata sudah ramai. “Ramai sekali pulang aja males nih kalau ramai.” ajakku padanya. “Ah! Dasarnya kamu aja males ngajak pulang!”, “Kita ikut main saja dengan orang-orang disini.” paksanya. “Males ah! Kamu aja sana aku tunggu disini nanti aku nyusul.” jawabku malas. “Terserah kamu aja deh.” jawabnya sambil berlari kearah orang-orang yang sedang bermain basket.“Ano!” seseorang teriak memanggil namaku.Aku langsung mencari siapa yang memanggilku. Tiba-tiba seorang gadis menghampiriku dengan tersenyum manis. Sepertinya aku mengenalnya. Setelah dia mendekat aku baru ingat. “Bella?” tanya dalam hati penuh keheranan. Bella adalah teman satu SD denganku dulu, kami sudah tidak pernah bertemu lagi sejak kami lulus 3 tahun lalu. Bukan hanya itu Bella juga pindah ke Bandung ikut orang tuanya yang bekerja disana. “Hai masih ingat aku nggak?” tanyanya padaku. “Bella kan?” tanyaku padanya. “Yupz!” jawabnya sambil tersenyum padaku. Setelah kami ngobrol tentang kabarnya aku pun memanggil Ivan. “Van! Sini” panggilku pada Ivan yang sedang asyik bermain basket. “Apa lagi?” tanyanya padaku dengan malas. “Ada yang dateng” jawabku. “Siapa?”tanyanya lagi, “Bella!” jawabku dengan sedikit teriak karena di lapangan sangat berisik. “Siapa? Nggak kedengeran!”. “Sini dulu aja pasti kamu seneng!”. Akhirnya Ivan pun datang menghampiri aku dan Bella.Dengan heran ia melihat kearah kami. Ketika ia sampai dia heran melihat Bella yang tiba-tiba menyapanya. “Bela?” tanyanya sedikit kaget melihat Bella yang sedikit berubah. “Kenapa kok tumben ke Jogja? Kangen ya sama aku?” tanya Ivan pada Bela. “Ye GR! Dia tu kesini mau ketemu aku” jawabku sambil menatap wajah Bela yang sudah berbeda dari 3 tahun lalu. “Bukan aku kesini mau jenguk nenekku.” jawabnya. “Yah nggak kangen dong sama kita.” tanya Ivan sedikit lemas. “Ya kangen dong kalian kan sahabat ku.” jawabnya dengan senyumnya yang manis.Akhinya Bella mengajak kami kerumah neneknya. Kami berdua langsung setuju dengan ajakan Bela. Ketika kami sampai di rumah Bela ada seorang anak laki-laki yang kira-kira masih berumur 4 tahun. “Bell, ini siapa?” tanyaku kepadanya. “Kamu lupa ya ini kan Dafa! Adikku.” jawabnya. “Oh iya aku lupa! Sekarang udah besar ya.”. “Dasar pikun!” ejek Ivan padaku. “Emangnya kamu inget tadi?” tanyaku pada Ivan. “Nggak sih!” jawabnya malu. “Ye sama aja!”. “Biarin aja!”. “Udah-udah jangan pada ribut terus.” Bella keluar dari rumah membawa minuman. “Eh nanti sore kalian mau nganterin aku ke mall nggak?” tanyanya pada kami berdua. “Kalau aku jelas mau dong! Kalau Ivan tau!” jawabku tanpa pikir panjang. “Ye kalau buat Bella aja langsung mau, tapi kalau aku yang ajak susah banget.” ejek Ivan padaku. “Maaf banget Bell, aku nggak bisa aku ada latihan nge-band.” jawabnya kepada Bella. “Oh gitu ya! Ya udah no nanti kamu kerumahku jam 4 sore ya!” kata Bella padaku. “Ok deh!” jawabku cepat.Saat yang aku tunggu udah dateng, setelah dandan biar bikin Bella terkesan dan pamit keorang tuaku aku langsung berangkat ke rumah nenek Bella. Sampai dirumah Bella aku mengetuk pintu dan mengucap salam ibu Bella pun keluar dan mempersilahkan aku masuk. “Eh ano sini masuk dulu! Bellanya baru siap-siap.” kata beliau ramah. “Iya tante!” jawabku sambil masuk kedalam rumah. Ibu Bella tante Vivi memang sudah kenal padaku karena aku memang sering main kerumah Bella. “Bella ini Ano udah dateng” panggil tante Vivi kepada Bella. “Iya ma bentar lagi” teriak Bella dari kamarnya. Setelah selesai siap-siap Bella keluar dari kamar, aku terpesona melihatnya. “Udah siap ayo berangkat!” ajaknya padaku.Setelah pamit untuk pergi aku dan Bella pun langsung berangkat. Dari tadi pandanganku tak pernah lepas dari Bella. “Ano kenapa? Kok dari tadi ngeliatin aku terus ada yang aneh?” tanyanya kepadaku. “Eh nggak apa-apa kok!” jawabku kaget.Kami pun sampai di tempat tujuan. Kami naik ke lantai atas untuk mencari barang-barang yang diperlukan Bella. Setelah selesai mencari-cari barang yang diperlukan Bella kami pun memtuskan untuk langsung pulang kerumah. Sampai dirumah Bella aku disuruh mampir oleh tante Vivi. “Ayo Ano mampir dulu pasti capek kan?” ajak tante Vivi padaku. “Ya tante.” jawabku pada tante Vivi.Setelah waktu kurasa sudah malam aku meminta ijin pulang. Sampai dirumah aku langsung masuk kekamar untuk ganti baju. Setelah aku ganti baju aku makan malam. “Kemana aja tadi sama Bella?” tanya ibuku padaku. “Dari jalan-jalan!” jawabku sambil melanjutkan makan. Selesai makan aku langsung menuju kekamar untuk tidur. Tetapi aku terus memikirkan Bella. Kayanya aku suka deh sama Bella. “Nggak! Nggak boleh aku masih kelas 3 SMP, aku masih harus belajar.” bisikku dalam hati.Satu minggu berlalu, aku masih tetap kepikiran Bella terus. Akhirnya sore harinya Bella harus kembali ke Bandung lagi. Aku dan Ivan datang kerumah Bella. Akhirnya keluarga Bella siap untuk berangkat. Pada saat itu aku mengatakan kalau aku suka pada Bella.“Bella aku suka kamu! Kamu mau nggak kamu jadi pacarku” kataku gugup.“Maaf ano aku nggak bisa kita masih kecil!” jawabnya padaku. “Kita lebih baik Sahabatan kaya dulu lagi aja!”Aku memberinya hadiah kenang-kenangan untuknya sebuah kalung. Dan akhirnya Bella dan keluarganya berangkat ke Bandung. Walaupun sedikit kecewa aku tetap merasa beruntung memiliki sahabat seperti Bella. Aku berharap persahabatan kami terus berjalan hingga nanti.
http://cerpen.net/cerpen-cinta/persahabatan.html

Persahabatan



Seorang yang bernama reza merasa hidupnya sudah merasa lengkap, reza berkata aku punya ayah yang baik padaku dan ibu selalu sayang padaku,bahkan aku berasal dari keluarga yang kaya dan akupun pandai dalam pelajaran apapun ,ia pun merasa puas dan bahagia , reza mpuyai sahabat sejati yang brnama aris.

Artikel Asli Dari Persahabatan | Cerpen
Di www.siswatkj.co.cc
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial



Pada hari minggu aris mengajak ku untuk pergi bermain pada suatu taman rekreasi ,kami bersenang-senang disana ,secara tidak sengaja aku melihat ad sepasang kekasih yang bersama-sama sedang menghabiskan waktu berdua tanpa sadar aku memandang sepasang kekasih itu dengan dengan pandangan cemburu ,kini aku baru sadar bahwa hidupku belum lengkapkarna aku belum mempuyai seorang kekasih sambil melamun dengan memegang ice cream di tangan ku secara tidak sengaja aku menabarak seseorang yang sedang memegang anjing di tangannyan secara tidak langsung aku lari karna aku takut dengan anjing ,anjing itupun ikut mengejar aku lari sekuat tenaga ,untungnya ada aris yang membantuku untukku apa jadinya bila aris tak ada bisa-bisa aku jadi makan siangnya .Tak terasa matahari sudah tak terlihat sinarnya lagi ,aku dan aris pulang kerumah kami masing-masing.

Sesampainya dirumah kini aku masih membayangkan sepasang kekasih yang berada ditaman rekreasi tadi yang begitu mersa , waktu terus bertambah takterasa sudah lewat tengah tenah malam akupun ingin mempuyai keinginan untuk mempuyai seorang kekasih .ku bertekat walau ku harus berkorban untuk mendapatkannya ,apapun hambatannya kan kucari walau kepelosok untuk mendapatkannya malam kian larut akupun tertidur pulas dengan berharap ada seorang perempuan mau untuk menjadi kekasihku.

Malam senin berganti dengan senin pagi jampun membangunkan ku itu saatnya ku mandi dan berganti pakaian sekolah .aku peri kesekolah bersama aris .sesampainyan kami disekolah bel sekolah telah berbunyi itu waktunya untuk upacara hari senin pada saat aku ikut melaksanakan upacara hari senin ,hingga hamper telah selesai ,ada seorang perempuan baris didekatku ,berparas cantik menawan,berambut panjang ,berkulit halus , tetapi ada yang aneh dengannya mukanya pucat ,mataya sayu ,seperti orang yang tidak ber tenaga .tak lama kemudian perempuan itu pingsan dan tidak sengaja aku menangkap tubuhnya yang akan jatuh ,dan saat ku menagkap tubuhnya sesuatu yang aneh terjadi kepadaku jantungku berdetak dengan keras ,drahku seperti mengalir dengan deras hingga kekepalaku hingga mukaku merah .aku berkata dalam hati “ perasaan apa ini mengapa ku jadi aneh kayak gini ,apa yang terjadi dengan ku ,apakah ini rasanya jatuh cinya takmungkinaku jatuh cinta padanyan “ tapi tak dapat ku pungkiri aku memang jatuh cinta padanya.


Walau hanya satu menit ku pegang tubuh nya seakan ia telah menjadi milikku perempuan itupun di bawa ke ruang uks dengan segera. Setelah beberapa lama perempuan itu tersadar dari pingsannya dan saat istirahat sekolah ,perempuan itu menghampiri ku dengan rasa malu-malu sambil mengucapkan terima kasih tadi sudah menahan kujatuh aku berkata sama-sama perempuan itu mengulurkan tangannya untuk ber kenalan denganku dia berkata tasya sambil menjabat tangan ku ,aku reza.

Sebagai tanda terima kasih telah menolongku ,aku ingin jalan-jalan dan kamu harus ikut kanra kamu sudah menolong ku tadi bagaimana reza apa kau mau ikut ,ya ya ya okelah nanti pulang sekolah aku tunggu kamu didepan gerbang sekolah ,oke tasya , sampaiketemu lagi reza.

Aku kembali kekelas dengan bahagia ,aku duduk dengan sahabat ku aris sambil membayangkan wajah tasya yang cantik . tanpa sadar aris memandang wajahku lalu berkata ada apa dengan sahabatku ,mukamu seperti orag yang mendapatkan undian yang sangat banyak .tidak aku hanya sedang senang saja hari ini dengan wajah yang gembira ,aris berkata kepadaku aku senang bila sahabat ku pun senang
Jarum jam pun berputar dengan sangat cepat bel pulang pun ber bunyi ,akupun menunggu didepan gerbang sekolah aku melihat tasya dengan rambut tergerai ,wah benar-benar cantik dilihat dari mana pun tetap saja cantik.


Tasya kita mau kemana aku tasya berkata aku mau kamu yang menentukannya boleh kan yasudah aku mau mengajak mu ketempat yang meyenangkan ,tapi sebelum kita pergi ketempat itu aku mau ngajak kamu makan biar kamu nanti tidak pingsan oke hehehehe kamu mau makan apa tasya tasya menjawab aku lagi mau makan baso nih ,yasudah aku tau tempat warung baso di dekat sini

Sesampainya kami di Depan warung baso kami masuk dan duduk ,pelayan pun menhampiri kami dan menawarkan mau makan apa? Aku bertanya tas kamu mau makan apa , eee aku mau makan baso telor ja ,minumnya ,es the manis ja za ,reza berkata kpada pelayan mas baso telor dua es teh manisnya dua.

Selagi kami menunggu pesanan kami ,aku mengobrol-obrol dengan tasya .tidak lama kemudian pelayan dating dengan membawakan pesanan kami ,setelah memakan semangkuk baso dan segelas the manis perut kamipun telah terisi ,kami pun melanjutkan perjalanan pergi ke sebuah taman rekreasi disana kami naik permainan yang sangat mengasikan aku melihat wajah tasya yang begitu cantik saat ia sedang tertawa sambil menatap wajahnya.

Pencipta Cerpen : Ruli Harwanto
Sekolah : SMA 115

http://www.siswatkj.co.cc/2010/09/persahabatan-cerpen.html

Selasa, 15 Februari 2011

Sahabat

Pulang kampung setelah lima tahun di rantau menuntut ilmu, memberi warna tersendiri dalam hati. Dengan mengantongi ijazah sarjana, aku melangkah tegap menuju bus yang akan membawaku ke Doro, sebuah kota kecamatan kecil 20 km di sebelah selatan Pekalongan.


Bus Binatur yang kutumpangi berjalan lambat keluar terminal. Tidak hanya sekali dua bus berhenti untuk menaik-turunkan penumpang. Bahkan beberapa kali bus malah berjalan mundur, masuk ke jalan desa, menjemput penumpang yang hampir terlewat.

Sampai di perempatan Karangdadap langit gelap. Sesaat kemudian turun hujan. Kuedarkan pandang ke luar jendela. Lewat kaca bus yang buram, kulihat butiran mutiara itu berlomba turun menjejak ke bumi. Banyak rumah baru berdiri di sepanjang pundak jalan yang tidak seberapa luas.

Sejam kemudian, tepat pukul 12.00 siang, bus sampai di depan Pasar Doro. Di kota kecil ini tak ada terminal bus, yang ada hanyalah terminal colt angkutan pedesaan. Itu pun tak seluruh colt masuk ke terminal. Banyak di antaranya yang nge-tem di depan pasar sebelah barat, berbaur jadi satu dengan bus yang akan datang.

“Masih seperti dulu,” gumamku membatin, ketika melihat sebuah colt jurusan Karanganyar berangkat. Ya, masih seperti dulu. Colt berangkat dengan penumpang yang berjejal sesak. Dari belakang yang terlihat jajaran orang bergelantungan rapat membentuk teralis menutupi bagian belakang mobil. Dan kalau belum mendapat penumpang yang rapat seperti itu, colt memang belum mau berangkat. Padahal itu sungguh membahayakan keselamatan penumpang.

Aku menarik napas untuk melonggarkan dadaku yang sesak. Dengan jilbabku yang bersih ini, aku pun akan berimpit seperti mereka. Berdesak dengan orang, barang belanjaan, dan ayam. Sudah tercium olehku keringat bercampur kubis busuk, tai ayam, dan aroma parfum yang tajam menusuk. Seperti itulah kalau perjalanan kita lekas sampai, karena jumlah angkutan di sini sangat terbatas.

Colt jurusan Lemahabang yang kutumpangi hampir penuh. Beruntung aku mendapat tempat duduk di depan, di ruang kemudi. Meski sesak juga, tapi tak separah seperti duduk di belakang. Lumayanlah. Tapi harap diingat, mendapat tempat duduk di ruang sopir, harus berani membayar lebih, karena lebih nyaman, maka ruang sopir ini banyak diperebutkan.

Calo sudah memintai ongkos para penumpang. Berarti colt sudah penuh dan siap berangkat. Aku bernapas lega.

Pak sopir masuk ruang kemudi, lalu menghidupkan mesin. Saat itu melintas sebuah bayangan yang sudah sangat kukenal, di depan colt. Aku masih mengingatnya dengan baik, itu adalah bayangan Silva, taman sekampung, teman masa kecil, teman sepermainanku dulu. Kalau ia mau pulang, kenapa tidak naik colt ini? Dorongan rasa kangen pada sahabat telah mengalahkan kepentinganku untuk cepat-cepat sampai di rumah.

“Sebentar, Pak Sopir,” pintaku pada sopir yang sudah memasukan perseneling ke gigi satu. Lalu begitu saja aku turun dari mobil, mengejar Silva.

Terdengar teriakan sopir di belakang, “Cepat, Dik!”

Sekilas aku menoleh seraya melambaikan tangan menyuruhnya pergi. Sopir maklum, colt itu pun berangkat.

Aku berhasil mengejar Silva. Kujajari langkahnya.

“Mau kemana?” tanyaku.

Silva menoleh, tersenyum. Wajah dan bibirnya tampak pucat, tapi kakinya melangkah ke arah timur.

“Mestinya kamu bersama saya naik colt yang tadi. Kamu sudah tahu kan, selepas colt tadi belum tentu ada colt berikutnya yang bisa membawa kita pulang? Sudah siang begini tak ada lagi orang berpergian. Anak sekolah dan ibu-ibu yang belanja sudah pada pulang. Kita pertaruhkan pada nasib baik untuk bisa pulang hari ini.”

Silva tak berkomentar. Kucoba menggandeng tangannya. Dingin. “Kamu sakit? Mau periksa? Okelah, aku menemanimu.”

Melewati sebuah jembatan kecil, Silva belok ke kiri.

“Lho, kalau mau periksa ke tempat dr. Lestari, beloknya ke kanan, dong?!” protesku. Silva tak menanggapi protesku. Ia terus saja melangkah.

“Baiklah, kuikuti kamu,” kataku, menyerah. “Seandainya nanti tidak mendapat colt pulang, toh ada kamu. Kita bisa pulang jalan kaki bersama.

Kami lewat di depan KUA. Ke utara sedikit, ada masjid di sisi barat jalan, menghadap ke timur. Silva membelokkan langkahnya ke sana.

“Oh, kamu mengajakku salat dulu? Baiklah. Sekarang memang sudah hampir jam satu,” kataku, setelah melirik arloji di pergelangan tanganku.

Aku mendahului Silva melepas sepatu, terus ke kamar kecil. Setelah itu mengambil wudhu dan salat Zuhur lebih dahulu, karena Silva tak tampak bayangannya. Kupikir ia sedang berada di kamar kecil.

Kemana sih, dia? Diikuti kok malah menghilang? gerutuku sendirian, sambil mengenakan sepatu bersiap meninggalkan masjid.

Aku kembali ke depan pasar mencari angkutan. Suatu kebetulan, ada serombongan orang yang hendak berziarah ke makam Syeh Siti Jenar di Lemahabang. Mereka mendapatkan colt dan aku mengikuti saja. Tampaknya rombongan itu membayar lebih, sehingga tak usah menunggu penumpang berdesak. Alhamdulillah.

Mobil yang kami tumpangi bergerak ke arah barat setengah kilo, lalu berbelok ke selatan. Dan mulailah perjalanan yang penuh risiko. Karena colt mesti melewati jalan berbatu tidak rata, dengan medan yang terus menanjak. Badan colt bergerak seperti layaknya tubuh mentok. Merangkak tertatih, megal-megol, oleng ke kiri dan ke kanan, kepalanya mengangguk-angguk.

Setelah lepas empat puluh lima menit, colt yang sudah bergerak pelan, terasa semakin memperlambat lajunya. Kami saling bertatapan. Ada apa? Serentak kami arahkan pandangan ke depan. Ada sekerumunan orang memenuhi jalan di depan. Colt berhenti. Kami turun untuk mencari tahu.

Ternyata ada colt jatuh ke jurang! Sebagian penumpangnya tewas, sebagian yang lain luka-luka. Mereka sedang dievakuasi. Dan itu adalah colt yang hendak kutumpangi tadi, tapi tidak jadi!

Aku tertunduk lemas. Tak henti-hentinya kusebut kebesaran nama-Nya. Pandanganku yang kabur oleh airmata, menangkap tubuh-tubuh yang berlumpur dan berlumur darah terkulai. Pecahan kaca yang berserakan. Mobil yang ringsek. Wajah-wajah yang basah oleh airmata. Telingaku menangkap raungan tangis tak beraturan dari mereka yang masih bisa menagis. Allah Mahabesar.

“Dik, naik lagi. Kita teruskan perjalanan,” kata sebuah suara.

Kuusap mataku dengan punggung tangan. Tanpa suara kuikuti laki-laki yang berkata tadi. Lalu kami masuk kembali ke colt untuk meneruskan perjalanan.

Begitu sampai di rumah, setengah berlari aku menuju ke rumah Silva. Dia sendiri yang membukakan pintu. Serentak melihat bayangannya, langsung kutubruk dan kupeluk ia. Tangisku pun tumpah di pundaknya.

Silva balas memeluk.

“Tenanglah…,” bisiknya lembut dekat telingaku. Dipapahnya tubuhku menuju ke kamarnya. Setelah meminum air putih pemberian Silva, aku sedikit lebih tenang. Lalu kuceritakan semua kepadanya. Tentang pertemuanku dengannya di depan pasar. Tentang salatku di masjid. Juga tentang colt yang tak jadi kutumpangi dan ternyata mendapat kecelakaan…

“Kuminta jawablah pertanyaanku dengan jujur. Di mana saja kamu seharian ini?”

“Seharian ini aku hanya di rumah, tidak pergi ke mana-mana. Sungguh! Kalau tak percaya, tanya Ibu,”kata Silva, serius. “Sejak pagi sampai menjelang Zuhur, aku di sawah bersama Ibu, matun padi. Pulang dari sawah aku mampir ke pancuran, bersih-bersih sekalian ambil air wudhu. Setelah salat dan makan, istirahat sambil membaca-baca. Lalu kamu datang,” jalas Silva runut.

“Aku percaya. Lantas, siapa gadis mirip kamu yang kutemukan di depan pasar?”

Kami saling berdiam diri, digayuti oleh pikiran masing-masing.
Dan aku percaya, Allah memang sengaja menyelamatkanku dengan cara-Nya sendiri. Terima kasih, ya Allah, atas pertolongan-Mu. Tak henti-hentinya kusebut nama-Nya.
http://fadil.blogsome.com/2009/09/29/sahabat/

Sahabat Sejati

"Van,cepetan berangkat gih ! udah siang lo,nanti kalo telat gimana ?" omel Bunda."Iya Bun,tapi udah siang begini Dilla belum dateng juga,ditelpon mailbox,mana Ayah udah berangkat juga,tar aku yang anter siapa dong ? " Vanya ikutan ngomel . . hingga tiba tiba . . ." TIN TIN " . . . Nah itu si Dilla dateng pake mobil warna silver kesayangannya . . .


Dilla sahabat Vanya dari kecil yang selalu setia menemani Vanya kapanpun Vanya mau,karena Dilla sendiri juga butuh seseorang yang bisa perhatiin dia . . ." Gila Lu,lama banget kemana aja sich ? Ditelpon juga ga diangkat ! Bikin orang esmosi aja dech . . . " Vanya langsung memberondong Dilla dengan ungkapan kekesalannya." Emosi bu' . . . bukan esmosi . . . "" Udah ah ga penting, buruan berangkat . . . " ucap Vanya sambil nyelonong masuk mobil Dilla." Bun, Vanya ma Dilla berangkat dulu ya . . . Assalamualaikum . . " pamit Vanya dari dalam mobil." Wa'alaikumsalam . ." jawab Bunda.Mobil silver itu pun melesat meninggalkan halaman rumah Vanya." Eh sorry ya gue telat jemput Lo! " Dilla ngucapin permohonan maafnya.“ Alah nggak pa pa kok,tapi gue cuma mau nanya, kenapa sih Lo kok akhir akhir ini sering banget telat jemput gue ? “ Vanya mulai berani nanya semua keganjalan yang sering diperlihatkan Dilla.“ Nggak tau tadi tiba-tiba aja kepala gue sakitnya kumat pas gue denger Mama ma Papa berantem,terus gue coba buat panggil mereka,terus mereka ga malah berenti tapi malah ga sengaja banting BB Gue yang Gue taro di meja makan,jadi BB gue ancur berantakan,yah otomatis ga bisa nerima telepon dari Lo,” jelas Dilla panjang lebar.“ Bonyok Lo berantem lagi? di depan Lo ? ? “ tanya Vanya dengan sangat hati-hati . .“ Yah gitu deh . . tiap hari musti makan ati terus,tiap hari musti nangis mulu,kenapa ya ortu gue ga pernah bisa damai ?? Bagai tak ada hari tanpa berantem . . “Dilla menjawab pertanyaan Vanya dengan mata yang mulai memerah.Vanya mulai sadar ada yang salah dengan situasi saat ini. Ia merasa ada yang salah dengan apa yang saat ini mereka lakukan sampai . . . .“ Dil, Lo salah jalan ya ? Ini kan bukan jalan ke scul kita,” Vanya menyadari kalo jalan yang mereka lewati bukanlah jalan menuju sekolah.“ Emangnya siapa juga yang mau pergi ke sekolah? Udah deh sekali sekali blos kan nggak pa pa .Gue mau ngajak Lo ke tempat yang mungkin Lo belum pernah kesana, gue mau nunjukin ke Lo tentang sesuatu yang menyangkut hidup dan mati gue . . ““ Maksud Lo apaan ? Udah deh nggak usah becanda,bilang aja kalo Lo mau ke mal, gue tau kok . . . Shoppaholic Lo lagi kambuh . . “ Jawab Vanya mencoba mengalihkan keadaan. Karena Vanya tau kalo Dilla udah berkata hidup dan mati pasti serius banget.“ Nggak gue nggak becanda, gue serius . . . “ Dilla langsung menjawab dengan tatapan mata benar benar serius dan nggak ada unsur becanda . . .Begitu mendengar ucapan Dilla,Vanya langsung diam seketika . . . Dia udah nggak punya nyali lagi buat nanggepin Dilla yang benar benar serius dengan perkataannya.Hanya sunyi yang mengiringi perjalanan mereka sampai tempat tujuan. Hingga sekarang keduanya telah sampai dan keluar dari mobil .“ Ayo sini Van , ikut Gue!” ajak Dilla sambil menarik tangan Vanya.Ternyata Dilla mengajak Vanya ke sebuah pantai nan indah yang keliatannya belum pernah terjamah.“ Ke pantai ? Mau ngapain ?” batin Vanya.“ Kita ngapain sih kesini ?”“ Udah dech diem aja. . . Yach ketinggalan, Lo tunggu gue di deket karang itu ya,ada barang gue yang ketinggalan di mobil. .” Ujar Dilla sambil membalik badan dan kembali ke mobil.Sementara Vanya hanya mengikuti perintah Dilla untuk menuju ke sebuah batu karang di tepi pantai tersebut. Tak lama Dilla pun datang . . .“ Lo mau ngapain sih Dil ? Tu juga kertas apaan ?““ Duduk dech ! Baiknya Gue cerita dari mana ya ?”“ Terserah dech,yang penting cepetan di mulai,”“ Van,Lo tau kan akhir akhir ini kepala Gue sering sakit dan sering banget kadang bikin Gue hampir pingsan.” Dilla memulai ceritanya . . .“ Terus ????”“ Beberapa hari yang lalu Gue periksa ke dokter karna gue udah ga tahan,terus saat itu juga dokter nyuruh gue buat rontgen daerah kepala,dan kemarin Gue ambil hasil rontgennya…”“ Hasilnya ???”Bukannya malah ngejawab, Dilla malah langsung memeluk Vanya sambil menangis di pundak Vanya. Vanya bingung apa maksud sahabatnya bersikap seperti itu. Tanpa ragu ragu lagi Vanya langsung merebut kertas yang dibawa Dilla dan langsung membacanya..Dalam surat keterangan itu mendiagnosis dengan seterang terangnya kalau “ Saudari Nadilla Anindya Sari positif mengidap penyakit kanker otak stadium akhir ”. Vanya berkaca kaca membaca surat keterangan itu.“ Dil, Lo bohong kan ?” ucap Vanya dengan menitikkan air mata.“ Lo bisa liat sendiri kan Van,itu semua bukan rekayasa,hidup Gue bentar lagi berakhir,bentar lagi Gue akan ninggalin Lo buat selama lamanya. Harapan hidup Gue udah kecil banget. Van Gue harap Lo bisa buat Gue bahagia di penghujung hidup Gue ini . Lo janji kan Van ??”“ Nggak,Lo nggak boleh bilang gitu Dil,kita nggak boleh pisah, nggak boleh . . .”ucap Vanya dengan memeluk Dilla semakin erat.“ Udah dech nggak usah nangis, biarin aja semuanya terjadi,biarin aja mati gara gara penyakit ini Van !” ucap Dilla sambil mengusap air mata yang mengalir deras di pipi Vanya.“ Hus ! ! Lo ngomong apaan sih Dil? Nggak baek ngomong kayak gitu . . .”“ Semuanya percuma,percuma ,nggak ada gunanya lagi,percuma semua yang gue lakuin nggak pernah berarti,orang tua gue aja udah nggak mau ambil pusing sama apa yang gue kerjain . . .” ucap Dilla sambil maanya tetap menerawang jauh pada gulungan ombak ditempat itu.“ Udahlah berhenti ngomong yang enggak-enggak ! Lebih baik kita pulang aja, gue nggak mau ngeliat ini semua lagi,karena kita berdua nggak akan pernah berpisah Lo tau itu kan ?” sahut Vanya sambil beranjak dari tempat duduknya tadi. “ Tapi Van, setiap ada pertemuan disitu juga pasti ada perpisahan . . . .” “ Nah yang itu kan semboyan Lo, bukan gue !” ucap Vanya sambil berlari pergi meninggalkan Dilla. Seketika Dilla terdiam mendengar semua ucapan Vanya, dan dengan cepat ia berdiri dan langsung mengejar Vanya yang ternyata telah berada di dalam mobil Dilla.“ Lo mau kemana ?” tanya Dilla begitu melihat Vanya sudah memegang stir mobil Dilla dan telah menyalakan mesin mobil. “ Gue mau pulang,gue udah nggak tahan ngedenger semua ocehan Lo yang nggak berguna itu,”jawab Vanya dengan muka yang memerah. “ Tunggu dong Van! Lo jangan marah gitu !” Ucap Dilla sambil mengetok ngetok kaca mobilnya. Dan tiba tiba Dilla merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya . . . “ Dill, Lo kenapa ??” Seketika itu juga Vanya langsung turun dan menopang tubuh Dilla yang sekarang udah pingsan . . . “ Dilla bangun Dill ! Bangun !” “ Ya Tuhan, Dilla kenapa ?? Toloong . . . tolooong . . .” Vanya yang panik hanya bisa berteriak minta tolong dan tanpa ia sadari di tempat itu sama sekali tak ada orang. Setelah ia sadar bila ditempat itu tak ada orang sama sekali, Vanya segera menuntun tubuh Dilla yang lemah tak berdaya menahan sakit menuju ke dalam mobil. Setelah itu Vanya langsung tancap gas dan membawa Dilla ke rumah sakit. Setelah sampai di rumah sakit . . . “ Dill,please,jangan tinggalin gue . . . gue nggak bisa hidup tanpa Lo . . !” ucap Vanya sambil menatap tubuh Dilla yang terbujur di kereta dorong rumah sakit dan masukUGD . Dan dengan segera Vanya mengambil hape-nya dan langsung menelepon mamanya Dilla “ Halo, Tante Vina!”“ Iya Vanya ada apa ?”“ Tan Dilla masuk rumah sakit ! Sekarang Tante segera kesini ya, sama Om sekalian . Dilla ada di UGD RS Bakti Jaya . . cepetan ya Tan nggak pakai lama ! keadaan Dilla udah kritis . . .”“ Tut . . tut . . tut” . . . telepon sudah ditutup Vanya sebelum Tante Vina bicara apa apa. Vanya hanya bisa menunduk sambil memanjatkan doa untuk Dilla,dan kemudian ia berjalan menuju mushola untuk berwudu dan sholat. Setelah itu ia kembali ke UGD untuk melihat keadaan Dilla lagi. Dan setelah sampai ia melihat Tante Vina dan Om Indra yang masih saja sempat berantem disaat yang tak semestinya. “ STOP!!! Berhenti Vanya bilang ! Tante sama Om ini ya kayak anak kecil aja, kerjaannya cuma berantem aja !” tiba-tiba Vanya dengan beraninya membentak ortu sobatnya itu. “ Vanya, Dilla kenapa Van? Kenapa Dilla bisa sampai masuk rumah sakit sih Van?” tanya Om Indra yang sengaja mengalihkan pembicaraan. Tanpa berkata apa-apa Vanya segera menyodorkan surat pernyataan dari dokter kepada Om Indra. “ Masya Allah !! Tapi Van, kenapa Dilla nggak pernah cerita sama Om dan Tante ??”“ Itu karna Om dan Tante hanya sibuk dengan diri kalian sendiri dan nggak pernah merhatiin Dilla,yang sebenernya Dilla itu sangat sangat membutuhkan yang namanya perhatian dari Mama Papanya,”“ Kurang perhatian bagaimana maksudnya? Semua kebutuhan hidup Dilla sudah kami penuhi segala kemauannya sudah kami berikan,apalagi coba yang kurang ?” bela Tante Vina.“ Semuanya nggak cuma membutuhkan materi. Dilla kurang kasih sayang Tante,Kasih sayang . . .”Sebelum Vanya menyelesaikan ucapannya tiba-tiba dokter yang menangani Dilla keluar dan . . . “ Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar besarnya,saya dan tim dokter lainnya sudah bekerja dengan semaksimal mungkin,tapi kami bukanlah Tuhan yang bisa mengubah jalan hidup seseorang,maaf, anak ibu dan bapak tidak bisa kami selamatkan. . .” “ Dilla . . . . Nggak ini nggak mungkin Dok,nggak mungkin . . .” vanya berlinang air mata ..“ Dok kenapa Anda nggak bisa nyelametin Dilla Dok kenapaaa . . . ???”“ Maaf mbak, teman mbak kondisinya sudah sangat kritis,dan sel kanker tersebut telah menyebar keseluruh tubuhnya. . Tubuhnya sudah tidak bisa lagi bertahan . . sekali lagi kami minta maaf . .” ucap sang dokter sambil berlalu meninggalkan Vanya. Vanya lalu menyusul orang tua Dilla ke ruang UGD. “ Dil,kenapa sich Lo cepet banget tinggalin gue? Kita nggak boleh pisah Dil,nggak boleh,” Vanya menangis sambil menciumi jenazah Dilla.“ Udahlah Van,kita harus relain kepergian Dilla . . .” Tante Vina mencoba menenangkan Vanya." Udahlah Van,sekarang kita keluar ya . . biar Dilla diurusi sama petugas . . " tambah Om Indra sambil menuntun Vanya Keluar ruangan. Setelah keluar dari ruangan itu Vanya langsung menelepon Bundanya. Selama jenazah Dilla disemayamkan dirumah Dilla,Vanya tak pernah beranjak sedikitpun dari sisi Dilla. Tak henti hentinya Vanya melantunkan ayat ayat suci Al-Qur'an untuk mengiringi kepergian Dilla. Keesokan harinya di pemakaman Dilla . . . Seusai jenazah Dilla dimakamkan Vanya hanya menangis sambil memandangi batu nisan Dilla..." Dil,kenapa sih Lo harus ninggain Gue secepat ini? Lo pergi sebelum gue bisa bikin Lo bahagia. Asal Lo tau Dil,di hati gue nggak ada sahabat sebaik Lo,Lo itu sahabat sejati gue,yang selalu bisa nemenin gue dalam suka ataupun duka,Dil,semoga Lo tenang di alam sana. Gue harap,Lo nggak akan lupain gue,karena gua juga nggak akan pernah lupain Lo . .Selamat jalan ya sobat ! !" Vanya lalu beranjak pergi meninggalkan Rumah abadi milik sahabatnya,milik Nadilla Anindya Sari.

http://cerpen.net/cerpen-remaja/sahabat-sejati.html

Cerpen Untuk Sahabat

Ketika dunia terang, alangkah semakin indah jikalau ada sahabat disisi. Kala langit mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat semua terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat disampingku. Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-kira sedikit tentang diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat. Aku memang seorang yang sangat fanatik pada persahabatan.


Namun, sekian lama pengembaraanku mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai sekarang, saat ku telah hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama, kupikir itu akan memudahkanku mencari sahabat. Tapi kenyataan dengan harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa kujadikan sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam menjalin sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia ini. Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku ini, aku mendapatkan sahabat. Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku kala ku membutuhkannya. “May, nelpon yuk. Wartel buka tuh,” ujar seorang teman yang hampir kuanggap sahabat, Riea pada ‘sahabat’ku yang lain saat kami di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa mengajakku Kugaris bawahi, dia tak mengajakku. Langsung pergi dengan tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering dihabiskan bersama. Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah keluar dari perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu lelah menghadapi kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu merasa tak punya teman. “Vy, gue numpang ya, ke kasur lo,” ujarku pada seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di kasurnya. Aku menutup wajahku dengan bantal. Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga. Tak lagi terbendung. Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku butuh teman. Aku takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi begitu mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu pergi meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi mereka ‘menjauhiku’. “Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya Silvy padaku begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tau nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu. Dia pasti ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai. Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku. Kurasa semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara malah jadi jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia. Dia yamg dulu paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang Lara yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita padaku. Entah mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan merasa sendirian gitu dong,” balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita ngga pernah sendirian. Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti jelas kita ngga ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh, Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku. Tetapi aku masih sering merasa sendiri. Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku ngga pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak pernah absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tak menyadarinya? Dia akan selalu mendengarkan ‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy tiba-tiba memelukku. “Sorry banget, Faiy. Seharusnya gue sadar. Selama ini tuh lo yang selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah bete sama gue. Dan lo bisa ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa gue baru sadar sekarang, saat kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tak kuasa menahan tangisnya. Aku merasakan kehampaan sejenak. Air mataku juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa aku ngga pernah sendiri dan ingat lagi padaNya, tak perlu aku yang mengatakan ‘ingin menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang lain yang membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “ Makasih ya, Vy. Ngga papa koki kita pisah. Emang kalau pisah, persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku tersenyum. Menyeka sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang indah, semoga persahabatan kami diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang tak perlu kita cari. Dia yang akan menghampiri kita dengan sendirinya. Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang terpenting, jangan sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. La takhof, wala tahzan, innallaha ma’ana..Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan pula tinggalkannya.

http://cerpen.net/cerpen-remaja/untuk-sahabat.html

Minggu, 13 Februari 2011

Sahabat Selamanya

"Bang, baksonya satu", kata Refi kepada abang penjual bakso
"Satu biji doang baksonya fi? Emang cukup?" tanya Rio
"Bukaaan gitu pak Rio..... maksud saya 1 mangkok", jawab Refi
"Oooh, satu mangkok, makanya yang jelas kalau ngomong..... Lho? Bukannya lo kalo makan bakso jarang pake mangkok ya? Hahahaha" kata Rio
"Enak aje! Kalo ga pake mangkok gimana makannya?! Hahaaaha", Refi tertawa
Sore itu mereka berdua baru saja pulang dari sekolahnya, mampir untuk mengisi perut di sebuah gerobak bakso yang berada tidak jauh dari SMA tempat mereka bersekolah. Rio dan Refi memang sudah lama bersahabat, mereka sudah bersahabat sejak Sekolah Dasar, hampir setiap hari mereka selalu menghabiskan waktu dan mengerjakan tugas dari sekolah bersama-sama, bahkan terkadang mereka suka bercerita soal pacarnya masing-masing.


"Wah, baksonya mantap fi!", kata Rio sambil memakan bakso
"Hmm? Masa? Ah sama aja kok kayak bakso yang lain, bulet bulet juga, hahaha", kata Refi
"Ya iyalah bakso bulet ! Masa segitiga!", kata Rio
Mereka pun akhirnya selesai makan.
"Mau langsung pulang aja nih?", tanya Refi kepada Rio
"Ya pulang lah, emangnya mau kemane lagi? mau ngamen?", kata Rio
"ngamen? Ya ampuuun..... Itu kan pekerjaan loo..... Hahaha", kata Refi
"Jiahahaha! Enak aja!", jawab Rio.
Mereka pun pulang, menggunakan sepeda motor milik Rio, karena rumah mereka 1 arah, Refi pun diantar sampai ke depan rumahnya.
Hari pun berganti, Matahari mulai menampakan sinarnya, orang-orang memulai aktifitas seperti biasanya, Rio dengan mengendarai sepeda motornya datang ke rumah Refi untuk berangkat ke sekolah bersama-sama.
"Eeeeh....... ni ojek udah maen nongol aje pagi-pagi..... Hihihi", kata Refi sambil cekikikan
"Wees! Penampilan udh keren-keren gini dibilang ojek, bukan, yang bener itu SINDEN!", kata Rio
"Jiah! Mana ada Sinden naek motor", kata Refi
"Ada aja kali, kan Sinden juga manusia, hahahaaa, udah ah, berangkat, ntar telat", kata Rio
Pada hari-hari itu tidak ada yang special, hingga pada suatu hari Refi tersadar kalau Rio akhir-akhir ini agak menjauhinya, Rio jarang menemuinya lagi, SMS dari Refi pun tak pernah dibalas.
"Yo, kok lo jadi aneh sih? gue ada salah ya sama lo?", isi SMS Refi pada Rio
Namun seperti biasa, tidak ada balasan SMS dari Rio.
Saat hari-hari itu Refi tidak bersama Rio seperti biasanya,dia bergaul bersama teman-temannya yang lain dan dia menjadi lebih sering mengunjungi Toko DVD langganannya, mungkin dia sudah agak melupakan Rio, karena dia menyangka Rio pun sepertinya juga sama.
"Rio kemana? Kok hari-hari ni kamu jarang kelihatan sama dia lagi?", tanya Manda, pacar Refi
"Ga tau deh kemana tu orang, ngilang ga jelas", kata Refi
"Mungkin dia lagi sibuk kali.....", kata Manda
"Mungkin.....", kata Refi
Pada suatu malam Refi melamun di meja belajarnya, matanya tertuju pada sebuah foto, foto dia dan Rio saat masih Sekolah Dasar.
"Fi, makan dulu sana, udah disiapin ibu tuh di meja", kata Ayah Refi
"Nanti aja yah, Refi belum laper...", kata Refi
"Kamu kenapa? Kok ngelamun sambil ngeliatin foto?", tanya Ayahnya
"Ini soal Rio yah, dia sekarang agak menjauh dari Refi", jawab Rio
"Kamu ga usah khawatir, dia pasti punya alasan kenapa sekarang-sekarang ini agak menjauh, kamu harus percaya, seorang sahabat tidak akan pernah meninggalkan sahabatnya tanpa alasan", kata Ayah Refi.
Refi pun sedikit agak tenang sekarang berkat kata-kata Ayahnya itu.
Rio memang benar-benar menjauhi Refi, disekolah pun mereka tidak saling menyapa, tidak ada kata-kata, seperti orang bermusuhan, hingga pada suatu saat ada SMS dari Rio untuk Refi
"Hai fi, pa kabar??", kata Rio di SMS nya
Refi pun membalas,
"Penting lo nanyain kabar gue?", kata Refi
Rio tidak membalas SMSnya lagi, Refi agak bingung dengan sikap Rio, dia bertanya-tanya dalam hati, apakah dia punya salah kepada Rio sehingga Rio menjauhinya?.
Sudah hampir 2 minggu Rio tidak menyapa Refi lagi, tepat pada hari itu adalah tanggal ulang tahun Refi, Refi mendapat ucapan, hadiah, atau bahkan kejutan dari teman-teman disekolahnya, tapi Rio, sahabatnya, tidak ada mengucapkan selamat ulang tahun kepada Refi.
Sore hari Refi pun pulang, begitu sampai dirumahnya, dia langsung berganti baju dan berbaring di sofa dan menonton tv, tidak lama setelah itu, bel rumah pun berbunyi, Refi membuka pintu, dan ternyata Rio datang ke rumahnya.
"Fi, nih, hadiah dari gue, selamat ulang tahun ya! Hehe", kata Rio sambil memberikan sebuah Jaket warna biru dan hitam, Jaket yang selama ini Refi sangat inginkan, Refi pun agak kaget
"Lho? Lo masih inget?", tanya Refi
"Yaiyalah!! Kita udah sahabatan dari kecil, masa hari ulang tahun aja lupa", jawab Rio
"Terus kemaren-kemaren itu kenapa lo kayak ngejauhin gue?", Refi bertanya lagi
"Itu salah satu kejutan gue, biar lo ga tenang menjelang hari ultah lo, hahahaha", kata Rio
"Ah, sadis bener..... ada ada aja lo! Hahaha, thanks ya buat Jaketnya, gue dari dulu pengen banget Jaket ini", Refi tertawa
"Iya sama-sama..... Kita kan sahabat, lo inget janji persahabatan kita waktu masih kecil ga?" tanya Rio
"Kita akan mempertahankan persahabatan ini selamanya, itu kan?", kata Refi
"Iya, haha, simpel amat ya tu Janji persahabatannya", kata Rio
"Simpel n ga ribet, nah loh! Udah kayak Embel-embel kartu GSM aje...", kata Refi
"hahaha! Trus kan ada lagunya, Persahabatan bagai kepocong....", kata Rio
"Kepocong? KEPOMPONG kali pak !!! Hahahaha!", Refi tertawa, lalu dia melanjutkan,
"Ada ada aja ah... Eh eh, dari tadi kita dipintu, masuk yuk, selama lo ngejauh, gue jadi pengoleksi DVD Film Action n Animasi dadakan, mau nonton?", tanya Refi
"Wah rame tuh kayaknya..., mau dah, itung-itung hiburan gratis, hehe", kata Rio.
Pada hari-hari setelah itu, Refi dan Rio selalu bersama-sama lagi, mereka berdua berjanji akan berusaha selalu menjaga persahabatan yang sudah lama mereka dapat itu hingga selama-lamanya.....

http://cerpen.net/cerpen-remaja/sahabat-selamanya.html

Persahabatan



Persahabatan atau pertemanan adalah istilah yang menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Artikel ini memusatkan perhatian pada pemahaman yang khas dalam hubungan antar pribadi. Dalam pengertian ini, istilah "persahabatan" menggambarkan suatu hubungan yang melibatkan pengetahuan, penghargaan dan afeksi. Sahabat akan menyambut kehadiran sesamanya dan menunjukkan kesetiaan satu sama lain, seringkali hingga pada altruisme. selera mereka biasanya serupa dan mungkin saling bertemu, dan mereka menikmati kegiatan-kegiatan yang mereka sukai. Mereka juga akan terlibat dalam perilaku yang saling menolong, seperti tukar-menukar nasihat dan saling menolong dalam kesulitan. Sahabat adalah orang yang memperlihatkan perilaku yang berbalasan dan reflektif. Namun bagi banyak orang, persahabatan seringkali tidak lebih daripada kepercayaan bahwa seseorang atau sesuatu tidak akan merugikan atau menyakiti mereka.


Nilai yang terdapat dalam persahabatan seringkali apa yang dihasilkan ketika seorang sahabat memperlihatkan secara konsisten:

* kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain.
* simpati dan empati.
* kejujuran, barangkali dalam keadaan-keadaan yang sulit bagi orang lain untuk mengucapkan kebenaran.
* saling pengertian.

Seringkali ada anggapan bahwa sahabat sejati sanggup mengungkapkan perasaan-perasaan yang terdalam, yang mungkin tidak dapat diungkapkan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat sulit, ketika mereka datang untuk menolong. Dibandingkan dengan hubungan pribadi, persahabatan dianggap lebih dekat daripada sekadar kenalan, meskipun dalam persahabatan atau hubungan antar kenalan terdapat tingkat keintiman yang berbeda-beda. Bagi banyak orang, persahabatan dan hubungan antar kenalan terdapat dalam kontinum yang sama.

Disiplin-disiplin utama yang mempelajari persahabatan adalah sosiologi, antropologi dan zoologi. Berbagai teori tentang persahabatan telah dikemukakan, di antaranya adalah psikologi sosial, teori pertukaran sosial, teori keadilan, dialektika relasional, dan tingkat keakraban. Lihat Hubungan antar-pribadi

http://id.wikipedia.org/wiki/Persahabatan

Sabtu, 12 Februari 2011

Sahabat Sejati



Ketika seorang sahabat sejati bertanya kepada sahabatnya, “apakah aku pernah melakukan salah padamu?“.
Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah melupakan kesalahanmu“.

Ketika seorang sahabat sejati berbalik bertanya kepada sahabatnya, “apakah aku pernah bersalah padamu?“.
Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah lupa akan hal itu“.

Ketika seorang bertanya, “Apa yang telah kau lakukan untuk sahabatmu?“
Seorang sahabat akan menjawab, “Aku tidak tahu.” sebab seorang sahabat tidak pernah meminta imbalan dari apa yang telah di perbuatnya dengan tulus.

Ketika seorang sahabat sejati memarahi sahabatnya, dan sahabatnya bertanya, “mengapa kamu memarahiku?“
Sahabatnya akan menjawab, “demi kebaikanmu“.

Ketika seseorang bertanya, “apakah alasanmu menjadi sahabatnya?“
Ia akan menjawab, “tidak tahu“. Sebab sahabat yang sejati tidak pernah memanfaatkan, tidak pernah memandang kelemahan dan kelebihan.

Ketika kau jatuh, ia akan berusaha menopangkan tangannya supaya kau tidak tergeletak.
Ketika kau bersuka, ia akan berada disisimu dan turut merasakan kebahagiaanmu.
Ketika kau berduka, ia akan berada disampingmu, meskipun ia tidak tahu bagaimana cara menghiburmu. Tetap mendengarkanmu, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutmu, meskipun kau hanya mengaduh dan meskipun ia tidak tahu bagaimana solusi masalahmu.
Ketika kau mengatakan cita – citamu, ia akan mendukung dan berdoa untukmu.
Ketika ia bersuka, kau juga akan bersuka karenanya.
Ketika ia berduka, kau yang ada di sampingnya.

Sahabat adalah memberi tanpa ada maksud di belakangnya, bukan hanya menerima.
Sahabat tidak pernah membungkus racun dengan permen manis.

Persahabatan tidak diukur oleh berapa lamanya waktu, tetapi berapa besar arti ‘persahabatan’ itu sendiri.
Persahabatan tidak diukur oleh materi, tetapi berapa besar pengorbanan.
Persahabatan tidak diukur dari kesuksesan yang di peroleh, tetapi dari berapa besar dukungan yang di berikan.

Ia dapat menyayangimu, bahkan lebih dari dirinya sendiri.

Persahabatan tidak pernah mulus. Tetapi yang membuat indah adalah ketika mereka berhasil menjalaninya bersama, meskipun harus melalui pertumpahan air mata.

Hal yang paling membuat sahabatmu sedih adalah ketika kamu, sebagai seorang sahabat, membohonginya dengan alasan apapun. Sebab ia sangat percaya padamu.

Hanya satu yang sahabatmu minta kepadamu : supaya ia menjadi bagian hidupmu.

Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya

http://nathaniast.wordpress.com/2009/08/07/sahabat-sejati/

Adakah sahabat sejati?




Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sahabat Sejati adalah salah satu yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Sahabat Sejati akan selalu memotivasi dan membangkitkan kita manakala sedang terjatuh, membantu kita manakala sedang kesusahan dan memerlukan bantuan, mengingatkan kita manakala kita salah dalam melangkah. Dengan sahabat sejati, kita pun akan lebih leluasa untuk saling berbagi; berbagi cerita, berbagi duka, berbagi tawa, berbagi ilmu, berbagi pengalaman, berbagi rahasia, dll.





Namun, alangkah sulitnya untuk mendapatkan sahabat sejati sebab di dunia yang fana ini terlalu banyak persahabatan dan/atau persaudaraan semu karena berdiri di atas pondasi yang rapuh, tolok ukur yang keliru, tolok ukur berupa kepentingan-kepentingan duniawi bahkan dibangun atas dasar kemaksiatan.

Dengan demikian, maka tak heran di zaman sekarang ini kita sering menemukan orang yang berteman/bersahabat hanya karena ada maunya saja dan/atau ketika dalam keadaan senang saja namun ketika keinginannya sudah tercapai dan/atau ketika temannya sedang dalam kesusahan maka tidak segan-segan dia meninggalkan temannya itu karena dianggap (secara duniawi) sudah tidak penting, tidak menguntungkan dan tidak memerlukannya lagi.

Lantas, bagaimanakah kita bisa mengukur persahabatan sejati itu?

Mari kita simak 12 Ciri-Ciri Sahabat Sejati Menurut Imam al-Ghazali di bawah ini:

1. Jika kau berbuat baik kepadanya, maka ia juga akan melindungimu;
2. Jika engkau merapatkan ikatan persahabatan dengannya, maka ia akan membalas balik persahabatanmu itu;
3. Jika engkau memerlukan pertolongn darinya, maka ia akan berupaya membantu sesuai dengan kemampuannya;
4. Jika engkau menawarkan berbuat baik kepadanya, maka ia akan menyambut dengan baik;
5. Jika ia memproleh suatu kebaikan atau bantuan darimu, maka ia akan menghargai kebaikan itu;
6. Jika ia melihat sesuatu yang tidak baik dari dirimu, maka akan berupaya menutupinya;
7. Jika engkau meminta sesuatu bantuan darinya, maka ia akan mengusahakannya dengan sungguh-sungguh;
8. Jika engkau berdiam diri (karena malu untuk meminta), maka ia akan menanyakan kesulitan yang kamu hadapi;
9. Jika bencana datang menimpa dirimu, maka ia akan berbuat sesuatu untuk meringankan kesusahanmu itu;
10. Jika engkau berkata benar kepadanya, niscaya ia akan membenarkanmu;
11. Jika engkau merencanakan sesuatu kebaikan, maka dengan senang hati ia akan membantu rencana itu;
12. Jika kamu berdua sedang berbeda pendapat atau berselisih paham, niscaya ia akan lebih senang mengalah untuk menjaga.

Nah.. apakah kita telah memiliki sahabat sejati seperti itu? Emh.. bukankah akan lebih baik jika kita introsfeksi diri dulu, apakah diri kita sendiri sudah layak disebut sahabat sejati?..

Sumber: http://www.ramdhan.co.cc/2010/04/sahabat-sejati-adakah.html#ixzz1Dooz6EPV